Friday, April 27, 2012

The Court of the Lion (1)


Pada tahun 738, Dinasti Tang sedang berkuasa di tanah China, lewat tangan Kaisar Minghuang. Jaman itu merupakan salah satu jaman keemasan yang dinikmati rakyat. Sang Kaisar memimpin dengan adil serta cakap, baik dalam mengelola kesejahteraan rakyat maupun memelihara keamanan di dalam negeri. Namun, keamanan itu nampaknya semu, karena justru di balik dinding-dinding tinggi istana kekaisaran itu sendiri sedang muncul riak-riak pertama awal sebuah badai politik. Inilah inti dari kisah The Court of the Lion yang dikisahkan oleh Eleanor Cooney bersama Daniel Altieri.

Cerita bermula dari kamar tidur Putri Wu, salah satu istri Kaisar yang—meski paling banyak menyumbangkan keturunan bagi penerus tahta—namun bukan merupakan kesayangan Kaisar yang menganggapnya terlalu subur. Justru Permaisurinya yang cantik, ramping karena tak pernah bersalinlah yang memiliki tempat teristimewa di hati Kaisar sebagai Istri Kesayangan. Dasar manusia yang serakah dan tak pernah puas, segera tumbuh iri hati di antara keduanya karena tak memiliki kelebihan yang tak dimiliki lainnya. Di titik ini, mulailah terjadi intrik politik di istana para istri. Ya, para wanita ternyata memiliki cara tersendiri dlam berpolitik di dalam istana!

Diawali dengan munculnya bunga-bunga artifisial yang ternyata berisi puisi bernada menghasut, dan disusul oleh munculnya penyihir yang konon berusia 100 tahun dan tinggal di salah satu sudut istana. Lalu mulailah petaka datang. Awalnya kematian putra mahkota, lalu disusul terbongkarnya rahasia Istri Kesayangan yang menyebabkannya diasingkan dan akhirnya bunuh diri. Dua bencana susul menyusul itu membuat Kaisar amat sedih lalu menjauhkan diri dari pemerintahan untuk mengurung diri di kamarnya untuk bersedih. Sementara itu roda pemerintahan sementara dikendalikan Perdana Menteri Li Lin-fu yang cerdik dan ambisius.

Melihat Kaisar murung, Kepala Kasim Kao Li-shih tak tinggal diam. Meski ia “hanya” seorang kasim, jangan dikira ia tak paham tentang politik. Justru karena ia banyak beredar di istana, ia amat paham akan intrik dan politik yang diam-diam terangkai di sekitarnya. Apalagi ketika seorang penyair istana hendak memberitahukan sesuatu yang maha penting kepada Kao Li-shih, namun si penyair justru lenyap tanpa bekas pada hari mereka seharusnya bertemu. Melihat Li Lin-fu yang makin agresif, Kao Li-shih tiba pada kesimpulan, bahwa Kaisar Minghuang harus ‘dihidupkan’ kembali, sebelum dinasti ini jatuh ke tangan pemberontak. Namun apa yang mampu membangkitkan sang Kaisar dari keterpurukan?

Kupikir, hanya seorang Kepala Kasim lah yang akan mampu memikirkan (sekaligus mengeksekusi dengan sempurna) sebuah rencana halus yang akan mengubah suasana di istana…

Buku yang kubaca ini adalah bagian pertama dari tiga buku, jadi mungkin wajar kalau di awal cerita (terlalu) banyak penjelasan yang panjang lebar tentang masing-masing tokoh yang akan mengambil peranan penting di keseluruhan cerita. Tapi kadang-kadang aku tak merasa perlu untuk mendalami—misalnya—masa muda Kao Li-shih hingga ia menjadi kasim. Kalau penjelasan itu singkat, hanya untuk memberikan gambaran tentang karakter si Kasim, aku maklum. Namun menurutku menjadikannya beberapa halaman sungguh tak perlu (aku melompati bagian ini dan toh tak merasa terganggu membaca bagian berikutnya).

Sejauh ini, The Court of the Lion menggambarkan intrik di dalam istana dengan cerita yang berbelit dalam paragraf-paragraf panjang, tepat seperti bagaimana intrik itu dijalankan—licin dan berbelit—sehingga mungkin saja orang luar tak pernah menyadarinya. Cerita hanya berderap agak cepat ketika beralih ke tokoh An Lu-shan, mantan budak yang moncer karir politiknya, sehingga direkrut oleh Perdana Menteri Li Lin-fu untuk memperkuat militernya. Kelak di buku berikutnya, aku percaya An Lu-shan akan mengambil peranan lebih banyak dan penting daripada di buku pertama ini.

Kesan keseluruhanku terhadap buku ini…lumayan melelahkan untuk dinikmati, tapi tetap membuat penasaran juga… Tiga bintang untuk The Court of the Lion ini!

Judul: The Court of the Lion (1)
Penulis: Eleanor Cooney & Daniel Altieri
Penerjemah: Fahmi Yamani
Penerbit: Serambi

Terbit: Februari 2012

Tebal: 585 hlm

Wednesday, April 18, 2012

Wishful Wednesday (7)

Setelah 3 kali membaca karya-karya Tracy Chevalier, sepertinya aku makin jatuh cinta pada tulisan beliau. Yang aku suka terutama karena Tracy memadukan historical fictionnya dengan culture atau art. Sebuah tema yang berbeda dari perang atau sejarah politik dan orang-orang penting yang banyak diambil sebagai tema historical fiction. Dan kali ini ada 1 buku yang sedang kuincar, moga-moga bisa kudapatkan (entah dengan cara bagaimana)....


Remarkable Creatures
by Tracy Chevalier


Sinopsis ada di sini.

Yuk share juga buku incaranmu di Wishful Wednesday blog hop di blognya Astrid. Dan jangan lupa intip juga BBI 1st Giveaway Hop. Siapa tahu kamu akan menemukan buku incaranmu di sana, ikuti aja, lalu siapa tahu kamu akan mendapatkannya! :)




  • Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  • Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  • Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  • Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Friday, April 13, 2012

Interview bersama Ratih Kumala & BBI 1st Giveaway Hop: Gadis Kretek

Tentang Ratih Kumala

Ratih Kumala (1980-), lahir di Jakarta, 4 Juni 1980. Ia memperoleh pendidikan dari Fakultas Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Selain sebagai penulis novel dan cerita pendek, ia juga menulis skenario. Ia pernah bergabung dalam tim penulis program Jalan Sesama, yang merupakan adaptasi Sesame Street untuk televisi Indonesia, serta bekerja sebagai editor naskah drama televisi. Tahun 2006 ia menikah dengan novelis Eka Kurniawan, di Solo. Kini, ia tinggal di Jakarta. [sumber: Wikipedia bahasa Indonesia].

Beberapa novel yang telah dihasilkan Ratih Kumala adalah: Tabula Rasa, Genesis, Larutan Senja (kumpulan cerpen), Kronik Betawi, dan yang paling anyar…. Gadis Kretek.

Dan kini mari kita bertemu dengan mbak Ratih Kumala sendiri…

Selamat datang di blog Fanda’s Historical Fiction, mbak Ratih! Pertama-tama aku mengucapkan terima kasih buat mbak Ratih yang sudah menyempatkan diri menjawab emailku dan bersedia “hadir” dan kuwawancarai di blog ini. Apa nih kesibukan mbak saat ini?

Sekarang saya lagi ngadem otak, setelah menyelesaikan Gadis Kretek. Selebihnya saya masih mengerjakan tugas saya sebagai skrip editor di kantor.

Sekarang mengenai novel terbaru mbak. Apa yang membuat mbak Ratih pertama-tama ingin menulis Gadis Kretek?

Ibu saya sering cerita jaman kecil dulu, kalau ayahnya (eyang kakung saya) adalah pengusaha kretek, meski cuma kretek lokal yang kemudian gulung tikar. Saya terinspirasi dari situ.

Dengan semakin tingginya kesadaran tentang berbahayanya merokok bagi kesehatan, apakah mbak Ratih ada kekhawatiran akan dianggap mendukung merokok, dengan menulis Gadis Kretek?

Itu udah resiko kan, soalnya dari awal tema yang saya pilih memang seputar rokok kretek. Mau tak mau, orang pasti mengaitkannya.

Dari awal udah penasaran, bagian manakah dari Gadis Kretek yang merupakan fakta sejarah? Apakah kisah para pelakunya? Atau merk-merk rokoknya?

Saya banyak dapat bahan riset dari sejarah berdirinya kretek-kretek di Indonesia, sedikit banyak saya ambil dari situ. Kalau merk-merknya fiktif. Kecuali 1, kretek cap Djagad (enggak pake 'Raja'). Sebab dulu itu adalah nama dagang kretek eyang kakung saya yang kemudian gulung tikar.

Dalam menulis historical fiction, mana yang lebih berat: riset sejarahnya atau merangkai sejarah dengan fiksi?

Saya harus bilang risetnya. Sebab itu yang makan waktu dan tenaga paling banyak.

Aku pernah membaca di Twitter mbak Ratih:
“Dan aku baru sadar, pny siklus per 10 thn: karya yg kuselesikan sll membuatku patah hati parah, spt kehilangan yg menyedihkan”
Boleh diceritakan nih, mengapa mbak Ratih sulit sekali melepaskan diri dari Gadis Kretek? Apa yang membuat Gadis Kretek begitu melekat kuat pada diri mbak?

10 tahun lalu saya menulis Tabula Rasa, novel pertama saya. Ketika selesai, saya patah hati karena kehilangan dan harus melepaskan. Setelah itu, jika selesai menulis buku saya cenderung happy. Tapi kali ini kejadian lagi seperti Tabula Rasa; Gadis Kretek selesai dan saya patah hati lagi. Mungkin karena prosesnya, saya jadi sudah sangat erat dengan Gadis Kretek, itu yang bikin saya patah hati.

Mbak Ratih kan tidak merokok, lalu bagaimana mbak bisa mendeskripsikan kenikmatan merokok itu dalam novel ini?

Itulah fungsinya riset, kan. Apa yang saya tidak tahu, saya cari tahu, dan saya deskripsikan dalam tulisan. Ada banyak cara kok, cara paling gampang tanya aja sama perokok apa enaknya.

Suka dan duka selama menulis Gadis Kretek?

Paling ribet di riset, saya sampai ke Kudus. Pernah juga sempat satu tahun gak bisa nulis karena merasa tulisan saya jelek sekali, jadi writer's blocknya lumayan.

Di luar menulis, apa sih hobby mbak Ratih?

Hehe...menulis itu bukan hobi, tapi profesi. Hobi baru saya sekarang nonton Disney Junior.

Punya penulis historical fiction (lokal maupun luar negeri) yang jadi panutan? Mengapa?

Saya suka sekali dengan Pramoedya. Terutama bukunya Bumi Manusia. Semua orang yang suka Pram mungkin alasannya sama: karyanya memang bagus, sangat bagus.

Setelah ini, apakah ada rencana menulis historical fiction lagi? Kalau ada, boleh kasih bocoran kira-kira tentang apa…? Kalau belum ada, novel apa yang ingin mbak Ratih tulis selanjutnya?

Seperti yang saya bilang di awal, saya sedang ngadem otak. Rencana menulis lagi, pasti ada. Sebab hanya itu yang bisa saya lakukan. Tapi apa, saya juga masih memilah-milah dan membiarkan ide berkeliaran di kepala saya.

Akhirnya aku ucapkan semoga selalu (dan makin) sukses saja buat mbak Ratih Kumala, teruslah menulis buku-buku bermutu bagi kami semua. Makasih banyak, mbak!!

-----

Tentang Gadis Kretek



Baca sinopsisnya di sini, dan untuk yang masih penasaran, silakan intip reviewku Gadis Kretek.

Sekarang sudah penasaran ‘to the max’? Pengen punya bukunya? Kalian bisa mendapatkannya GRATIS lho! Caranya…. Scroll down yaa.. J

Tentang BBI 1st Giveaway Hop



BBI 1st Giveaway Hop adalah giveaway dalam rangka ULANG TAHUN KE-1 BBI (Blogger Buku Indonesia). Yayyy! Selamat ultah BBI! Dan untuk merayakannya ada lebih dari 30 blog milik anggota BBI yang mengadakan giveaway buku. Blog ini bersama blog Kumpulan Sinopsis Dari Okeyzz dan Dear Readers menjadi host-nya. Kali ini semua buku yang di-giveaway adalah buku karya PENULIS LOKAL. Dan…inilah giveaway dariku….

GIVEAWAY - 1 (satu) buku GADIS KRETEK by Ratih Kumala

Syarat/Ketentuan:
  • Terbuka untuk semua yang berdomisili di Indonesia.
  • Wajib mem-follow blog ini, lewat GFC atau subscribe email.
  • Tiap peserta dapat memasukkan entri sebanyak-banyaknya.
  • Entri yang menang akan ditentukan melalui undian menggunakan random.org.
  • Giveaway berakhir pada 26 April 2012 pk. 23:59.
  • Bila 48 jam setelah aku menghubungi pemenang, tidak ada jawaban, maka aku berhak memilih pemenang baru.

Silakan langsung saja mengisi sebanyak-banyaknya entri, dan good luck!

Monday, April 9, 2012

Gadis Kretek


Entah mengapa dan entah sejak kapan, aku memiliki perhatian khusus terhadap rokok. Jangan salah paham, aku bukan perokok, dan sebenarnya ‘alergi’ pada perokok karena mamaku penderita asma, dan aku sudah menyaksikan sendiri derita penderita penyakit itu. Bukan, bukan rokoknya yang menarikku, tapi lebih pada seluk beluk bisnisnya dan terutama… pada harum aroma tembakau dan cengkeh. Berhubung aku bekerja di perusahaan yang beberapa konsumennya adalah pabrik rokok, maka aku telah beberapa kali berkunjung ke pabrik rokok S**poern*, dan aku selalu suka dengan aroma tembakau yang sudah tercium sejak memasuki gerbang pabriknya. Karena kecintaanku pada aroma tembakau pula, aku sangat penasaran ketika mendengar kabar bahwa salah seorang penulis anak negeri ini telah menulis sebuah historical fiction yang bertema rokok kretek. Jadi, historical fiction + rokok = dua kombinasi yang kucintai. Dan akhirnya…berkat keberuntungan, aku pun berhasil mendapatkan buku Gadis Kretek karya Ratih Kumala yang telah lama kunanti-nanti ini!

Kisah ini dituturkan melalui sudut pandang Lebas, seorang pria muda putra pengusaha kaya pemilik pabrik rokok besar: Rokok cap Djagad Raja. Lebas adalah putra bungsu keluarga Soeraja [baca: suraya], pemilik pabrik rokok tersebut. Ia memiliki dua kakak laki-laki: Tegar yang sulung, dan Karim yang nomor dua. Berbeda dengan dua kakaknya, Lebas adalah yang paling bandel dan semau-gue, pernah dicoret namanya dari daftar ahli waris, meski akhirnya ia kembali menjadi bagian dari pabrik rokok keluarga Soeraja. Kisah dibuka dalam situasi kritis—romo [ayah] mereka stroke, dan dalam keadaan kritis itu beliau sering memanggil-manggil sebuah nama yang asing bagi ketiga putranya: Jeng Yah. Siapa Jeng Yah itu, yang namanya membuat Ibu mereka seketika meradang? Seberapa pentingnya Jeng Yah bagi romo mereka sehingga namanya terus dipanggil ketika beliau sekarat? Inilah misteri yang hendak mereka ungkap. Meski Tegar dan Lebas hampir selalu bertengkar, namun ketidak-akuran mereka terpaksa ditepis guna mencari sosok misterius Jeng Yah ini demi memenuhi keinginan romo mereka, sebelum terlambat.

Maka berangkatlah Lebas—dan kemudian disusul Tegar—ke kota Kudus, tempat terakhir romonya bertemu dengan Jeng Yah. Pertemuan itu konon menurut cerita, diakhiri dengan lemparan semprong ke jidat Pak Soeraja yang dilakukan Jeng Yah pada saat pernikahan Soeraja dengan istrinya. Satu lagi yang menambah kemisteriusan sosok Jeng Yah ini. Dan sementara Lebas dan Tegar melakukan perjalanan naik mobil, kita pun diajak Ratih Kumala melakukan perjalanan melintasi waktu ke jaman sebelum kemerdekaan Indonesia, pada waktu negara kita masih dijajah Belanda.

Adalah seorang pemuda bernama Idroes Moeria, buruh linting klobot di sebuah kota kecil M di Jawa Tengah. Meski hanya seorang buruh, namun Idroes muda sudah memiliki impian untuk memproduksi klobotnya sendiri, dan sudah memikirkan cara-cara agar klobotnya lebih sukses dari milik Pak Trisno—bosnya saat itu. Terutama karena Idroes sedang naksir anak gadis Juru Tulis yang manis: Roemaisa, yang juga ditaksir oleh teman masa kecil Idroes yang bernama Soedjagad. Idroes akhirnya berhasil menyunting Roemaisa, namun sebagai ‘bonus’nya, ia pun mendapatkan seorang musuh yang dendam kepadanya, yaitu Soedjagad yang—bukan hanya tak jadi mendapatkan Roemaisa, namun juga—kalah mendapatkan stok tembakau Pak Trisno yang dijual murah gara-gara kedatangan Jepang ke Indonesia. Tak perlu kujelaskan lagi, pastilah Idroes yang mendapatkan tembakau itu, dan dengan demikian berhasil memproduksi klobot lintingannya sendiri dengan kemasan yang ia idam-idamkan dari dulu. Usaha Idroes mulai sukses setelah ia ganti memproduksi rokok kretek, yang setelah kemerdekaan Indonesia mulai menjadi tren. Dan ia pun makin sukses setelah anak perempuan sulungnya yang bernama Dasiyah ikut terlibat dalam usaha kretek mereka. Bahkan karena tak sengaja menikmati lintingan Dasiyah sendiri yang nikmat, mereka pun mengeluarkan formula kretek baru dengan merk dagang ‘Kretek Gadis’.

Dasiyah—yang kini dipanggil Jeng Yah—jatuh cinta pada pemuda bernama Soeraja. Dasiyah mengentaskan Soeraja dari kehidupan tanpa masa depan, menjadi kepala mandor dan orang kepercayaan Idroes Moeria di pabrik kreteknya. Sayangnya, Soeraja kemudian terlibat dengan organisasi terlarang PKI, dan harus melarikan diri ke kota Kudus demi menyelamatkan diri. Maka pernikahannya dan Jeng Yah yang telah disusun rapipun terpaksa bubar….

Nah, kini pertanyaan yang tersisa, mengapa kelak Jeng Yah sampai membuat keributan di pesta perkawinan Soeraja? Apakah karena cemburu? Lalu bagaimana pula Soeraja akhirnya bisa menjadi jutawan dengan Rokok cap Djagad Raja-nya? Misteri inilah yang hendak dikuak oleh trio Tegar-Karim-Legas dengan penelusuran jejak Jeng Yah hingga ke kota M. Dan di dalam pencarian itu, sedikit demi sedikit selubung yang menaungi rahasia masa lalu perselisihan keluarga dan bisnis rokok kretek di kota M itupun akan terkuak.

Ratih Kumala membawa kita menikmati seluruh kisah ini bak menikmati sebatang rokok kretek lewat tiap isapan dan hembusan asapnya. Kenikmatan itu sudah terasa sejak awal, dan seperti perokok yang ingin rokoknya tak kunjung habis, seperti itu jugalah perasaanku saat menjelang akhir kisah ini. Rasanya tak ingin aku melepaskan aroma tembakau yang kucintai itu, yang bak menguar di tiap halaman kisah ini. Gadis Kretek adalah kisah tentang perjuangan, baik perjuangan melawan penjajah—yang disinggung sedikit melatar belakangi kisah utamanya—maupun perjuangan tokoh-tokohnya dalam membangun industri rokok kretek yang di kemudian hari menjadi denyut nadi kehidupan penduduk kota itu. Gadis Kretek juga kisah tentang cinta dan kepercayaan, yang melingkupi dan membumbui industri kretek yang biasanya merupakan bisnis keluarga. Dan yang jelas, Gadis Kretek adalah kisah tentang benda kecil bernama rokok kretek—sejarah kelahirannya dan bagaimana ia menjadi bagian penting dari budaya kehidupan di jaman itu.

Empat linting kretek kusulut untuk Gadis Kretek ini, yang semakin unik berkat cover cantik yang sangat pas menggambarkan Kretek Gadis sekaligus Gadis Kretek. Belum lagi bonus gambar-gambar bungkus rokok yang terdapat di halaman dalam cover depan dan belakang—yang aku sendiri tak tahu pasti apakah itu rekaan atau memang pernah ada. Terus terang, ini historical fiction pertama karya penulis lokal yang pernah kucicipi, dan aku suka, karena Gadis Kretek menyajikan cerita yang manis, tanpa mau menggurui pembaca dengan detil sejarah. Itulah yang menjadikannya historical fiction, bukan novel sejarah. Dialog dan gaya bahasa Jawa yang disisipkan oleh Ratih juga menambah ‘gurih’ Gadis Kretek ini.

Kalau ada kekurangannya, itu terletak pada typo yang (terlalu) banyak bertebaran di 275 halaman buku ini. Sangat disayangkan kisah yang unik ini harus dinodai dengan kesalahan ejaan dan penulisan. Semoga di edisi berikutnya Gadis Kretek sudah bisa tampil lebih bersih dan lebih gurih!

Judul: Gadis Kretek
Penulis: Ratih Kumala
Penyunting: Mirna Yulistianti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2012
Tebal: 275 hlm

Wednesday, April 4, 2012

The Thorn Birds


The Thorn Birds adalah sebuah family saga yang ber-setting utama di Drogheda, desa peternakan domba di Australia pada tahun 1915 hingga 1969. Paddy Cleary adalah seorang pencukur bulu domba sederhana yang menikah dengan Fiona "Fee" Cleary yang aristokratik. Frank adalah putra sulung mereka yang tidak pernah akur dengan ayahnya, namu sangat dekat dengan ibunya. Meggie adalah satu-satunya putri yang mereka miliki. Dari kecil sudah nampak kedekatan Meggie pada Frank, kakak yang selalu dengan lembut mencintai dan melindungi Meggie. Dari sejak kecil anak-anak keluarga Cleary telah dididik untuk tidak manja. Paddy adalah ayah yang disiplin dan keras, sedang Fiona adalah ibu yang sangat tertutup, tanpa emosi, dan tak pernah tersenyum, meski selalu membaktikan diri untuk suami, anak, dan rumah tangganya.

Suatu hari datanglah seorang Pastor bernama Ralph de Bricasart. Ia imam dari Gereja Katolik yang memiliki ambisi menduduki jabatan tinggi di Roma, namun terbuang ke Drogheda yang kering dan penuh lalat karena telah menghina seorang uskup. Pemilik peternakan domba terbesar di Drogheda adalah Mary Carson, seorang janda tua yang kaya raya, yang meski tua namun mengagumi Pastor de Bricasart yang muda, tampan dan gagah. Keduanya pun berteman akrab. Mary Carson mengundang keluarga Cleary untuk tinggal di Drogheda, yang kelak akan diwariskan kepada Paddy sebagai adik satu-satunya yang masih hidup. Keluarga Cleary pun pindah, dan di sinilah awal perkenalan Ralph de Bricasart dengan Meggie kecil. Keduanya akrab dari awal, dan lama kelamaan tumbuh perasaan cinta di hati keduanya. Ya! Di hati sang Pastor juga, yang seharusnya hidup selibat!

Berhubung kisah ini adalah sebuah family saga, maka ceritapun mengalir semakin melebar, ke beberapa anggota keluarga Cleary. Mulai dari Frank yang sangat ingin keluar dari rumah untuk menghindari ayahnya, hingga ke putra Meggie—Dane—yang ingin menjadi imam, serta putri Meggie—Justine—yang cuek, sinis, dan tomboi. Namun di antara itu, yang menjadi benang merah kisah ini selalu perasaan cinta Meggie dan Ralph yang tak mungkin bersatu. Ralph tak mau "melepas jubah", bukan karena ia lebih mencintai Tuhan ketimbang Meggie, tapi menurutku lebih karena ambisi Ralph menduduki kursi Kardinal—ambisi yang sedari awal sudah dilihat Mary Carson, dan yang menurutnya suatu saat akan membuat Ralph jatuh.

Di sisi lain, Meggie tak mau dan tak mampu memahami bahwa dirinya takkan pernah dapat bersatu dengan Ralph. Memang Meggie akhirnya menyerah, namun di samping cintanya pada Ralph, ia tetap menumbuhkan dendam kepada pria itu karena meninggalkan Meggie demi ambisinya. Ambisi itu akhirnya membawa Ralph ke Roma, memangku jabatan sebagai Kardinal. Sementara Meggie ‘terpaksa’ menerima pinangan seorang pria yang amat mirip dengan Ralph, bernama Luke. Bahagiakah akhirnya Meggie? Dan akankah ia kelak bertemu kembali dengan Ralph? Bagaimana dengan Ralph, apakah ia bahagia setelah ambisinya tercapai? Akankah ia menghapus kenangannya akan Meggie dan ‘kembali ke jalan yang benar’ dengan hanya mencintai Tuhan?

Ini novel yang lumayan melelahkan. Colleen McCullough benar-benar intens bercerita tentang kehidupan keluarga Cleary ini sehingga anda akan merasa bahwa keluarga itu sungguh pernah ada, dan kisah ini bukanlah fiksi melainkan biografi. Karena begitu cermatnya McCullough menggarap detil kisahnya, alurnya pun menjadi sangat lambat. Di beberapa bagian aku sempat ‘melompat-lompat’ karena penjelasan yang terlalu panjang lebar—dan yang ternyata walau dilewati, tetap tak berpengaruh pada cerita. Kesimpulannya, The Thorn Birds memang bukan historical fiction biasa (bukan meniru jargon iklan!), ia lebih tepat disebut family saga. Dan meski aku sadar bahwa Colleen McCullough telah menggarapnya dengan apik, namun aku tetap kurang dapat menikmatinya.

Hal itu masih ditambah pula dengan para karakter utama yang—menurutku—dangkal. Aku muak pada Ralph de Bricasart yang tak punya pendirian dan serakah. Kalau memang tak bisa melupakan Meggie, lepaslah jubahmu dan jadilah suami yang berdedikasi pada keluarga! Kalau memang mau melayani Tuhan, jadilah pelayan yang baik dan berikan hatimu hanya untukNya! Karena kau mau menggenggam keduanya, maka tak satupun yang akan kaudapat, dan dosamu malah berlipat dua! Meggie sendiri adalah perempuan yang egois dan keras kepala, yang hanya memikirkan perasaannya sendiri. Pada akhirnya ia juga yang membuat Ralph “jatuh”. Kesimpulannya, tak ada satupun tokoh utama yang dapat dibanggakan dalam kisah ini, dan mungkin faktor itulah yang mungkin membuatku hanya mampu memberikan tiga bintang bagi kisah yang banyak dibilang bagus ini.

Judul: The Thorn Birds
Penulis: Colleen McCullough
Penerjemah: Lanny Murtihardjana
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Desember 2007
Tebal: 688 hlm

Wishful Wednesday (6)

Sebenarnya (pengakuan) buku yang masuk ke wishlist untuk minggu ini ada lebih dari 1 (dan itu hanya untuk genre historical fiction saja, belum yang lainnya :P). Tapi ada 1 buku yang sudah lama kuincar, dan sampai saat ini belum kudapatkan. Dia adalah:


The Paris Wife
by Paula McLain



Review ada di sini

Buku ini berkisah tentang salah 1 penulis klasik dunia yang paling ganteng :) ... Ernest Hemingway! Menceritakan kisah cinta Hem dengan istri pertamanya, dari sudut pandang sang istri. Doakan semoga aku segera bisa memamerkan The Paris Wife ini dari salah satu giveaway yang kuikuti!

Seperti biasa, post ini kubuat untuk mengikuti blog hop-nya Astrid. Jika kalian ingin ikutan juga, ini syarat-syaratnya:


  • Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  • Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  • Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  • Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)