"..Sepanjang sejarah tak ada seorang wanita... pasti juga tak seorang lelaki pun... pernah melaksanakan seperti apa yang telah dilaksanakan Theodora: satu langkah naik yang begitu perkasa." ~hlm 521.
Pepatah mengatakan, kehidupan manusia itu seperti roda, sekarang kita berada di atas, lalu suatu hari kita pun akan berada di bawah. Namun kehidupan Theodora adalah contoh sebuah paradoks yang sempurna. Ia pernah mengalami kehidupan yang terbawah dari yang paling bawah, namun pernah juga ia berada di puncak dari segala kekuasaan. Ya, Theodora adalah wanita paling berpengaruh di kerajaan Romawi. Ia lah Maharani yang memerintah Kekaisaran Romawi (Byzantium) di abad 600, sekaligus istri Kaisar Justinianus I.
Kisah ini bersetting di Konstantinopel, pusat pemerintahan Kerajaan Romawi pada saat pemerintahan Raja Justinus. Theodora adalah putri seorang pelacur jalanan kelas terendah. Saat itu ada dua kelompok rakyat di Konstantinopel yang selalu berseberangan: kelompok Hijau dan Biru, yang masing-masing biasanya membela pihak yang berlawanan saat pertandingan gladiator di Hippodrome. Theodora kecil sudah akrab dengan kehidupan strata masyarakat terendah. Ia berkawan akrab dengan seorang pengemis lumpuh buruk rupa yang selalu duduk di atas keledai, bernama Hagg (keburukan penampilan Hagg mengingatkanku pada sosok Quasimodo di The Hunchback of Notredame). Hagg adalah Raja dari Persaudaraan Pengemis, kelompok yang memiliki sistem organisasi dan jalur komunikasi yang kuat.
Theodora kecil sering mengemis bersama Hagg di pintu gerbang Hippodrome, dan ia sering membantu Hagg melarikan diri ketika ada rombongan prajurit datang hendak mengusir para pengemis. Dari sinilah terjalin hubungan persahabatan abadi antara Theodora dan Hagg hingga maut memisahkan mereka. Saat usia dua belas tahun Theodora telah menjadi "budak" kakak perempuannya yang mulai menjalani profesi tertua di dunia: pelacur. Dan ketika keperawanannya direnggut oleh seorang budak pria, Theodora pun secara resmi memasuki karier sebagai seorang pelacur jalanan, mengikuti ibu dan kakaknya.
Di Konstantinopel ada sebuah jalan yang bernama Jalan Hawa, yang--dapat diduga dari namanya--selalu penuh dengan pelacur jalanan (pedanae) hingga para famosae (wanita penghibur yang pelanggannya adalah bangsawan dan orang-orang penting). Suatu hari saat Theodora terpaksa mencuri demi membiayai abortus untuk kehamilannya, seorang famosae paling terkenal saat itu—Macedonia menolongnya dari hajaran massa. Macedonia akhirnya mengangkat kehidupan Theodora dengan menjadikannya pembantu hingga mengajari Theodora segala keahlian untuk menjadi pelacur profesional. Maka di usia enam belas Theodora pun meretas jalan untuk menjadi delicatae (pelacur kelas menengah) di Jalan Hawa.
Ternyata, Theodora bukan saja cantik, namun ia memiliki kecerdasan, keanggunan dan bakat untuk mempengaruhi pria. Sedikit demi sedikit ia berusaha menapak jalan makin ke atas. Theodora memulainya dengan menjadi semacam pengelola resepsi bagi famosae paling berkuasa saat itu, yaitu Chione, yang menjadi gundik gubernur kota John Capadocia. Resepsi besar itu disiapkan Chione setelah ia berhasil menyingkirkan rival terberatnya: Macedonia—sahabat yang telah mengangkat Theodora dari kubang lumpur hina. Kali ini Theodora, yang memiliki kalung mewah hadiah seorang saudagar, berhasil menolong Macedonia yang ditelantarkan dan dibuang dari Konstantinopel. Di sisi lain, Theodora mulai menyusun strategi untuk balas dendam pada Chione di resepsi besarnya itu...
Nyatanya, resepsi-balas-dendam Theodora berakhir dengan sukses. Chione ia singkirkan dengan amat keji, dan sekaligus Theodora mulai mendapatkan reputasi di kalangan pria tingkat atas. Namun di sisi lain, ia jadi memiliki musuh baru, yakni John Capadocia—yang ditertawakan rekan-rekannya gara-gara kejatuhan Chione-nya. Demi menghindari bahaya yang mengancam, Theodora serta-merta menerima tawaran Hecebolus—guberbur baru untuk Cyrenaica (Syria)—untuk menjadi wanita simpanannya di daratan Afrika. Malang bagi Theodora, selama dua tahun Hecebolus memperlakukannya dengan buruk, bahkan kemudian membuangnya di gurun Sahara, lagi-lagi berkat hasutan John Capadocia.
Pantang menyerah, meski nyaris mati di padang pasir, Theodora berhasil dengan selamat keluar dari maut--lagi-lagi berkat persahabatannya dengan para pengemis yang memiliki kata sandi Mendici. Setelah terpuruk dan tak memiliki apa-apa, kini giliran Macedonia menolong (lagi) Theodora. Dengan beberapa baju, uang dan sebuah surat 'sakti' yang ditulis Macedonia, Theodora menantikan mukjijat sambil bekerja sebagai pengantih (pemintal). Jaman itu, menjadi pengantih adalah jalan yang diambil pelacur untuk keluar dari pelacuran dan menjalani hidup normal.
Lagi-lagi dengan bantuan sahabatnya Hagg, surat sakti Macedonia yang ternyata dialamatkan kepada Pangeran Justinianus—saat itu Pangeran pewaris tahta, kemenakan Kaisar Justinus--mulai menunjukkan "kesaktiannya". Sang Pangeran menjadi tertarik pada seorang pelacur bernama Theodora.... Sebuah langkah pertama Theodora menuju ke kekuasaan.
Mudah ditebak, Theodora berhasil memikat Justinianus sehingga—alih-alih hanya menjadi penghibur sehari semalam--Justinianus malah mengambil Theodora sebagai selir. Dan makin lama makin nampaklah kemampuan strategi Theodora yang beberapa kali berhasil menyelamatkan Romawi, ketika diaplikasikan oleh Justinianus. Sementara itu musuh bebuyutan Theodora—John Capadocia—yang juga mengincar tahta Kaisar, tak tinggal diam. Sebuah pemberontakan diam-diam dibangunnya demi menjungkalkan kesempatan Justinianus naik takhta, sekaligus membalas dendam pada Theodora.
mozaik yang menggambarkan Maharani Theodora
Apakah yang kemudian terjadi? Bagaimana bisa Theodora akhirnya menjadi Maharani, mengingat ia hanyalah seorang wanita, apalagi berasal dari pelacur rendahan? Akankah rakyat menerimanya? Mampukah ia, seorang wanita biasa yang fisiknya rapuh dan mungil memikirkan masalah-masalah besar negara? Dan apakah John Capadocia berhasil melancarkan balas dendam abadinya kepada Theodora?
Sangat mengasyikkan membaca buku ini. Pertama, karena lengkap dan telitinya riset yang dilakukan Paul I. Wellman atas fakta sejarah, digabungkan dengan penuturan cerita yang menawan, membuatku hampir lupa bahwa kisah Theodora ini adalah kisah sejarah. Kedua, terjemahan yang tak kalah menawannya, berhasil menghadirkan nuansa sejarah dengan baik. The Female menyadarkan kita akan hakikat wanita sebagai seorang perempuan—kekuatan dan kelemahannya, dan bagaimana mereka seharusnya menggunakannya sebagai seorang penghuni dunia. Kini memang kita tahu bahwa wanita pun mampu memimpin negara, namun pada jaman Theodora hidup, wanita hanya berkutat pada soal kewanitaan saja. Maka kecerdasan, ketajaman pengamatan dan keberaniannya mengambil keputusan besar, merupakan prestasi gemilang yang patut dikenang.
Lima bintang untuk Wanita (judul terjemahan untuk The Female) ini!
Judul: Wanita
Judul asli: The Female
Penulis: Paul I. Wellman
Penerjemah: Alfons Taryadi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Mei 2005
Tebal: 522 hlm
No comments:
Post a Comment
Bagaimana pendapatmu?