Tiberius
Claudius Drusus Nero Germanicus memerintah Kerajaan Romawi pada tahun 41,
menggantikan kemenakannya Caligula yang dibunuh oleh anak buahnya sendiri.
Robert Graves menulis novel historical fiction tentangnya ini dalam bentuk memoir,
seolah-olah Claudius sendiri—demikian ia dipanggil—mengisahkan segala yang ia
lihat dan alami sepanjang hidupnya; setidaknya bagaimana ia, yang sejak lahir
disepelekan orang, mampu mencapai tahta tertinggi Romawi, yang kala itu
merupakan monarki terbesar di dunia.
Claudius
adalah sosok yang berkarakter menarik, itu aku sadari hanya dengan membaca beberapa
halaman pertama buku ini—kalau Robert Graves benar-benar dapat menangkap
karakternya dengan tepat. Claudius dilahirkan sebagai anak yang sakit-sakitan.
Ada yang tak beres dengan lututnya, meski kedua tangannya terbilang kuat. Ia
juga sering gagap saat berbicara, terutama ketika gugup atau emosi. Pamannya,
Kaisar Tiberius menjulukinya sebagai ‘Clau Clau Claudius’. Karena kekurangannya
ini—kelak ditengarai Claudius menderita semacam polio—ia dijauhi oleh semua
orang, termasuk ibunya yang menganggap Claudius idiot, dan neneknya Livia yang
bahkan tak pernah mau makan semeja dengan Claudius yang dianggap menjijikkan.
Dari segi
keturunan, Claudius adalah cucu dari Augustus dan Livia dari garis ayahnya Drusus
(Drusus adalah putra Kaisar Tiberius—putra Livia dari suami pertama namun
diadopsi oleh Augustus); juga cucu dari Marc Antony dan Octavia dari garis
ibunya Antonia. Karena sejak awal telah dijauhkan dari politik oleh Augustus,
Claudius menekuni sejarah dari para sejarawan yang tersohor saat itu. Kelak
saat Claudius remaja, Augustus pernah tercengang ketika mendengarkan sang cucu
berorasi dengan sangat baik (ia mendengarkan diam-diam dari balik tirai, karena
jika Claudius mengetahui kehadiran Augustus, gagapnya akan langsung timbul).
Sepanjang
hidupnya sebelum menjadi Kaisar, Claudius telah mengamati—dan merekamnya dalam
tulisan-tulisannya—kiprah keluarga besarnya dalam politik yang kotor dan kejam.
Kita dapat melihat bagaimana Kaisar Augustus sebenarnya didominasi oleh Livia
yang ambisius dan banyak membunuh cabang-cabang keluarga mereka kalau
dilihatnya orang tertentu akan menghalangi rencananya, yaitu agar garis
keturunannya dapat menjadi Kaisar menggantikan Augustus. Setelah Augustus
wafat, Tiberius menggantikannya, dan tetap dibayang-bayangi Livia, menjadikan
Roma sebagai tempat jagal manusia, dengan tak terhitung banyaknya senator atau
anggota keluarga diseret ke pengadilan dengan tuduhan palsu untuk dihukum mati.
Ketika
Tiberius akhirnya meninggal, semua orang bersorak-sorak gembira menyambut
penggantinya, Caligula (kemenakan Claudius). Tak banyak yang mengetahui
perangai asli Caligula yang sadis dan angin-anginan. Claudius yang selama
pemerintahan Tiberius berhasil ‘tetap hidup’ di tengah ramainya pengadilan
palsu, justru makin menderita saat pemerintahan Caligula. Namun hebatnya,
dengan berpura-pura bodoh, dan se-lemah yang dikira orang, Claudius
berkali-kali berhasil menghindar dari maut. Hingga akhirnya para bawahan
Caligula muak, lalu mereka berkonspirasi membunuh Caligula. Dan karena Claudius
satu-satunya marga Julio-Claudian laki-laki yang masih hidup dan dalam usia
untuk memerintah Roma, maka mereka memaksanya menjadi Kaisar.
Hingga di
sinilah kisah ini berakhir; namun meski Graves tak mengisahkan bagaimana
Claudius memerintah Roma, dari buku dan artikel yang kubaca, rupanya Claudius
berhasil ‘membawa kembali Romawi ke jalan yang benar’, ia mengelola administratif
pemerintahan dengan tertib, dan rakyat
pun kembali merasa aman. Claudius juga berhasil melebarkan ‘sayap’ penaklukan
Romawi ke daerah lain, dan ekonomi negara pun berangsur-angsur pulih setelah dihambur-hamburkan
dengan semena-mena oleh Caligula.
Satu hal
yang menarik tiap kali membaca novel-novel sejarah bertema Romawi, kita akan
menemukan lebih banyak lagi kisah tentang tokoh-tokoh lainnya, sehingga setelah
membaca banyak buku, lama-lama kita akan dapat membentuk ide tentang
masing-masing tokoh, lebih lengkap daripada membaca novel tentangnya! :)
Sebagai
kisah sejarah, buku ini termasuk ‘berat’, alih-alih berkonsentrasi pada kisah
Claudius saja, Graves—menurutku—terlalu lebar mengisahkan tokoh-tokoh lain,
misalnya mengikuti dengan detil kronologi perang Germanicus melawan Jerman.
Akhirnya aku merasa bahwa Claudius terlalu banyak berada di balik layar,
padahal ada banyak hal yang lebih ingin kuketahui tentang diri Claudius,
misalnya bagaimana ia memperlakukan para pembunuh Caligula, atau apakah ia
menepati sumpahnya pada Livia untuk menjadikannya Goddess, dan yang terutama
bagaimana ia memerintah Romawi, apa saja sumbangsihnya bagi Roma, kecuali
buku-buku sejarahnya. Sayang….semuanya terhenti di halaman terakhir.
Namun
bagaimana pun juga, Graves telah berhasil membuka kisah salah satu Kaisar
Romawi yang tak diperhitungkan orang, yang tak gagah perkasa, namun toh dapat
membawa kerajaan terbesar di dunia itu ke sebuah era yang lebih makmur dan
sejahtera.
Empat
bintang untuk I, (Clau-Clau-) Claudius!
Judul: I,
Claudius
Penulis:
Robert Graves
Penerbit:
Vintage Books
Tebal: 433
hlm