Pompeii adalah
nama sebuah kota yang terletak di kekaisaran Romawi, yang hancur lebur akibat
meletusnya Gunung Vesuvius pada tahun 79. Romawi, sebuah peradaban yang begitu
maju di dunia saat itu—ditandai dengan sistem saluran air (aqueduct) terbesar
dan tercanggih di dunia—ternyata tak siap menghadapi erupsi vulkanik Gunung
Vesuvius, karena mereka tak pernah mengenal vulkanologi sebelumnya, sehingga
tak menyadari tanda-tanda alam yang biasanya mengawali rangkaian pembentukan
magma di perut sebuah gunung berapi. Lewat kisah historal fiction karya Robert
Harris ini kita diajak untuk sedikit memperluas wawasan tentang vulkanologi,
dan terutama tanda-tanda akan terjadinya letusan gunung berapi.
Salah satu
tanda awal aktifnya gunung berapi adalah menurunnya debit air. Dan hal inilah
yang terjadi di saat itu, sehingga seorang aquarius (insinyur yang bertanggung
jawab di bidang perairan) muda bernama Attilius dikirim dari Roma untuk mencari
sumber air baru di daerah Misenum. Attilius baru saja menjabat karena aquarius
terdahulu telah menghilang selama dua minggu. Berkat intuisinya, Attilius
segera menemukan sumber air, namun keanehan terjadi, air itu sepertinya
bersembunyi dan terus menghilang ke dalam tanah. Belum lagi ia sempat
memikirkannya, datang seorang gadis cantik bernama Corelia dan budaknya,
meminta bantuan Attilius menyelamatkan pengurus ikan yang hendak dihukum mati
majikannya karena dianggap menyebabkan ikan-ikan kesayangannya mati, padahal si
pengurus ikan bersikeras kualitas air lah yang menjadi penyebabnya.
Dari kolam
ikan di Vila Hortensia milik jutawan Ampliatus itulah, Attilius menemukan
keanehan kedua: ada kandungan belerang di saluran air vila itu, yang
menyebabkan ikan-ikan mati. Lalu keanehan itu disusul keanehan lainnya, debit
air di kota Misenum terus menurun, dan di kota-kota tetangga air mulai berhenti
mengalir. Maka Attilus harus bertindak cepat mencari titik kerusakan saluran
air yang memanjang berkilo-kilometer itu. Untuk mempercepat perjalanan, ia
meminjam kapal dan peralatan dari Laksamana Plinius (Pliny) yang—selain
laksamana juga seorang pengamat ilmu pengetahuan yang menulis banyak buku
tentang gejala-gejala alam.
Dalam misi
penting itu—penting karena, bila saluran air yang melewati beberapa kota itu
tak kunjung diperbaiki, akan terjadi huru hara—perjalanan Attilius diwarnai
dengan berbagai halangan. Mulai dari mandor yang sangat membenci dirinya, sikap
mencurigakan si jutawan Ampliatus, juga kenyataan bahwa keselamatan dirinya
terancam oleh musuh yang ingin membunuhnya. Namun selama itu, ternyata Gunung
Vesuvius semakin aktif bekerja. Dan puncaknya, pada tanggal 24 Agustus 79,
Vesuvius memuntahkan isi perutnya.
Robert
Harris mampu menggambarkan kedahsyatan erupsi itu dan porak-porandanya
peradaban manusia yang hidup di sekitarnya dengan baik. Dari kisah ini kita
belajar bahwa bahaya terbesar letusan gunung berapi bukan terletak pada hujan
batu yang menyertai letusan pertama, namun justru hantaman awan panas yang
dibawa angin, yang suhunya mencapai 200 derajat Celcius, yang hanya dalam
sedetik mampu membinasakan apa saja—manusia maupun hewan—yang dilewatinya tanpa
ampun. Di sinilah kita akan menyaksikan perjuangan manusia untuk melawan
kemarahan alam, khususnya bagi Attilius yang demi cintanya bagi seorang gadis,
harus jatuh bangun mengiringi kemarahan Vesuvius.
Seperti
novel-novel Harris yang sudah pernah kubaca sebelumnya, terutama Imperium dan
Conspirata, novel ini juga membawaku melanglang buana ke tanah Romawi, meski
emosinya tak sedahsyat yang kurasakan dengan Imperium dan Conspirata. Bonus
yang paling mengasyikkan adalah porsi ilmu pengetahuan tentang alam (terutama tentang vulkanologi) yang banyak
tersisip di sini. Apalagi Harris banyak mengguakan metafora-metafora cantik di
sana-sini. Dan terutama aku paling suka dengan sosok Attilius, seorang aquarius
yang sangat menjiwai pekerjaannya. Tak melulu insinyur, Attilus benar-benar
memiliki keterikatan pada alam, dan terutama pada air, sehingga saat mendengar
aliran air, ia bisa merasa mendengar sebuah simfoni yang indah. Aku selalu
kagum pada orang yang begitu mencintai pekerjaannya, yang mampu melihat hal-hal
yang tak mampu dilihat orang lain, keindahan—sesuatu yang tak biasa—pada
hal-hal yang biasa bagi orang lain.
Empat
bintang untuk Pompeii!
Judul:
Pompeii
Penulis:
Robert Harris
Penerjemah:
Fahmy Yamani
Editor:
Siska Yuanita
Penerbit: PT
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
Maret 2010
Tebal: 389
Masukin rak my wishlist ah... :)
ReplyDeleteAvailable for swap kok... *wink*
Deletesuka banget sama pompeii, jadi ngga sabar pingin baca imperium dan conspirata nih =)
ReplyDelete