Wednesday, October 3, 2012

Pompeii


Pompeii adalah nama sebuah kota yang terletak di kekaisaran Romawi, yang hancur lebur akibat meletusnya Gunung Vesuvius pada tahun 79. Romawi, sebuah peradaban yang begitu maju di dunia saat itu—ditandai dengan sistem saluran air (aqueduct) terbesar dan tercanggih di dunia—ternyata tak siap menghadapi erupsi vulkanik Gunung Vesuvius, karena mereka tak pernah mengenal vulkanologi sebelumnya, sehingga tak menyadari tanda-tanda alam yang biasanya mengawali rangkaian pembentukan magma di perut sebuah gunung berapi. Lewat kisah historal fiction karya Robert Harris ini kita diajak untuk sedikit memperluas wawasan tentang vulkanologi, dan terutama tanda-tanda akan terjadinya letusan gunung berapi.

Salah satu tanda awal aktifnya gunung berapi adalah menurunnya debit air. Dan hal inilah yang terjadi di saat itu, sehingga seorang aquarius (insinyur yang bertanggung jawab di bidang perairan) muda bernama Attilius dikirim dari Roma untuk mencari sumber air baru di daerah Misenum. Attilius baru saja menjabat karena aquarius terdahulu telah menghilang selama dua minggu. Berkat intuisinya, Attilius segera menemukan sumber air, namun keanehan terjadi, air itu sepertinya bersembunyi dan terus menghilang ke dalam tanah. Belum lagi ia sempat memikirkannya, datang seorang gadis cantik bernama Corelia dan budaknya, meminta bantuan Attilius menyelamatkan pengurus ikan yang hendak dihukum mati majikannya karena dianggap menyebabkan ikan-ikan kesayangannya mati, padahal si pengurus ikan bersikeras kualitas air lah yang menjadi penyebabnya.

Dari kolam ikan di Vila Hortensia milik jutawan Ampliatus itulah, Attilius menemukan keanehan kedua: ada kandungan belerang di saluran air vila itu, yang menyebabkan ikan-ikan mati. Lalu keanehan itu disusul keanehan lainnya, debit air di kota Misenum terus menurun, dan di kota-kota tetangga air mulai berhenti mengalir. Maka Attilus harus bertindak cepat mencari titik kerusakan saluran air yang memanjang berkilo-kilometer itu. Untuk mempercepat perjalanan, ia meminjam kapal dan peralatan dari Laksamana Plinius (Pliny) yang—selain laksamana juga seorang pengamat ilmu pengetahuan yang menulis banyak buku tentang gejala-gejala alam.

Dalam misi penting itu—penting karena, bila saluran air yang melewati beberapa kota itu tak kunjung diperbaiki, akan terjadi huru hara—perjalanan Attilius diwarnai dengan berbagai halangan. Mulai dari mandor yang sangat membenci dirinya, sikap mencurigakan si jutawan Ampliatus, juga kenyataan bahwa keselamatan dirinya terancam oleh musuh yang ingin membunuhnya. Namun selama itu, ternyata Gunung Vesuvius semakin aktif bekerja. Dan puncaknya, pada tanggal 24 Agustus 79, Vesuvius memuntahkan isi perutnya.

Robert Harris mampu menggambarkan kedahsyatan erupsi itu dan porak-porandanya peradaban manusia yang hidup di sekitarnya dengan baik. Dari kisah ini kita belajar bahwa bahaya terbesar letusan gunung berapi bukan terletak pada hujan batu yang menyertai letusan pertama, namun justru hantaman awan panas yang dibawa angin, yang suhunya mencapai 200 derajat Celcius, yang hanya dalam sedetik mampu membinasakan apa saja—manusia maupun hewan—yang dilewatinya tanpa ampun. Di sinilah kita akan menyaksikan perjuangan manusia untuk melawan kemarahan alam, khususnya bagi Attilius yang demi cintanya bagi seorang gadis, harus jatuh bangun mengiringi kemarahan Vesuvius.

Seperti novel-novel Harris yang sudah pernah kubaca sebelumnya, terutama Imperium dan Conspirata, novel ini juga membawaku melanglang buana ke tanah Romawi, meski emosinya tak sedahsyat yang kurasakan dengan Imperium dan Conspirata. Bonus yang paling mengasyikkan adalah porsi ilmu pengetahuan tentang alam (terutama tentang vulkanologi) yang banyak tersisip di sini. Apalagi Harris banyak mengguakan metafora-metafora cantik di sana-sini. Dan terutama aku paling suka dengan sosok Attilius, seorang aquarius yang sangat menjiwai pekerjaannya. Tak melulu insinyur, Attilus benar-benar memiliki keterikatan pada alam, dan terutama pada air, sehingga saat mendengar aliran air, ia bisa merasa mendengar sebuah simfoni yang indah. Aku selalu kagum pada orang yang begitu mencintai pekerjaannya, yang mampu melihat hal-hal yang tak mampu dilihat orang lain, keindahan—sesuatu yang tak biasa—pada hal-hal yang biasa bagi orang lain.

Empat bintang untuk Pompeii!

Judul: Pompeii
Penulis: Robert Harris
Penerjemah: Fahmy Yamani
Editor: Siska Yuanita
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2010
Tebal: 389

3 comments:

  1. Masukin rak my wishlist ah... :)

    ReplyDelete
  2. suka banget sama pompeii, jadi ngga sabar pingin baca imperium dan conspirata nih =)

    ReplyDelete

Bagaimana pendapatmu?